Menyusui merupakan aktivitas alami yang keberadaannya laik dikampanyekan kembali. Hak bayi dan ibu tersebut tentu patut diperjuangkan. Mengapa? Menurut The Lancet (2016), menyusui mampu mencegah kematian 823 ribu anak balita, kematian 20 ribu ibu karena kanker payudara, serta kehilangan 302 milyar dollar setiap tahunnya. Menyusui juga membantu mencapai 17 kunci tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Sejak tahun 1992, setiap tahun pada tanggal 1-7 Agustus adalah perayaan World Breastfeeding Week (WBW) atau Pekan Menyusui Dunia (PMD). Perayaan yang ide awalnya lahir di kantor UNICEF ini menjadi kampanye global utama dari WABA (World Alliance for Breastfeeding Action), suatu jaringan individu dan organisasi dunia yang berfokus melindungi, meningkatkan, dan mendukung aktivitas menyusui. Kini WBW diusung oleh para pegiat isu menyusui di lebih dari 120 negara di dunia.
***
Tahun 2020 ini, tema WBW menyoroti hubungan antara menyusui dan kesehatan planet Bumi kita: Support Breastfeeding for a Healthier Planet, “Dukung Kegiatan Menyusui untuk Planet yang Lebih Sehat”. Tentu yang dimaksud bukan hanya planetnya, melainkan juga seluruh penghuninya. Mengapa menyusui merupakan solusi berkelanjutan untuk sehatkan bumi dan generasi masa depan?
- Menyusui menyelamatkan energi dan tidak memerlukan sumber yang mahal
Di Amerika Serikat, lebih dari 32 juta kW energi digunakan untuk kebutuhan memroses, mengemas dan disribusi formula. Menurut data, untuk merebus 1 liter air per hari dibutuhkan energi setara pembakaran 200 gram kayu. Jika rata-rata anak usia 3 bulan minum formula 6x sehari, dengan durasi merebus air 60 menit per hari, maka dibutuhkan 73 kg kayu per tahun per anak.
Menyusui tidak membutuhkan bahan bakar fosil dan bahan bakar lain untuk memproduksi, mengemas, dan mendistribusikannya. Menyusui juga tidak memerlukan sumber yang mahal untuk mengonsumsinya. Kemasan, transportasi, persiapan dan media konsumsi yang mahal merupakan beberapa contoh yang tidak perlu ada saat menyusui.
- Menyusui menjaga kelestarian sumber daya air
Untuk memproduksi 1 kilogram susu bubuk dibutuhkan rata-rata sekitar 4700 liter air. Pada level rumah tangga, dibutuhkan 1 liter air per hari untuk membuat asupan pengganti ASI, 2 liter air per hari untuk mencuci dan membilas botol, belum lagi ada kebutuhan air untuk mensterilkan botol dan dot setiap kali minum.
Menyusui jauh lebih menghemat air. Yang dibutuhkan adalah asupan cairan untuk ibu, tergantung cuaca tempat tinggalnya dan level aktivitasnya, untuk memenuhi kebutuhan fisiologis ibu. Kebutuhan ini tentu saja berbeda dengan kebutuhan air untuk kepentingan produksi, konsumsi, dan perawatan produk pengganti ASI di atas.
- Menyusui tidak menghasilkan banyak sampah
Sebanyak 150 juta kaleng dihabiskan untuk pemberian formula kepada 1 juta anak selama 2 tahun. Di Amerika Serikat, industri formula setiap tahunnya menyumbangkan 550 juta kaleng, 86 ribu ton metal, dan 364 ribu ton kertas ke tempat pembuangan sampah. Sebaliknya, menyusui tidak memerlukan proses produksi, kemasan, dan botol plastik yang nantinya berujung menjadi sampah.
- Menyusui tidak meninggalkan jejak karbon (emisi gas) penyebab polusi dan perubahan iklim
Penelitian di 6 negara Asia Pasifik dan Selatan menunjukkan emisi gas meningkat seiring dengan peningkatan penjualan formula bayi, lanjutan, dan pertumbuhan. Di Indonesia, emisi gas karbon akibat penjualan formula (susu bayi, lanjutan, pertumbuhan) pada tahun 2016 sebanyak 1.156.910 ton CO2-ek. Hal ini mempengaruhi polusi dan perubahan iklim.
Menyusui merupakan sumber makanan dan nutrisi alami serta berkelanjutan. Menyusui tidak memerlukan proses produksi, pengemasan, distribusi, dan persiapan konsumsi yang membutuhkan bahan bakar fosil sehingga meminimalkan jejak karbon (emisi gas).
- Menyusui memberikan nutrisi terbaik dan aman saat bencana tanpa semakin membahayakan lingkungan
Bencana merupakan aktivitas bumi yang sering tidak dapat dihindarkan. Total bencana di Indonesia dari 1 Januari sampai 25 Juli 2020 adalah 1684 kali, termasuk epidemi COVID-19, yang memunculkan 3.675.895 pengungsi. Kita tahu, permasalahan yang pelik saat dan setelah terjadi bencana adalah ketersediaan pangan dan air bersih, sampah yang menumpuk, sulit mengakses kebutuhan energi, dan lainnya. Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, tentu kita perlu solusi yang tidak semakin membahayakan bumi.
Pada situasi bencana tersebut, menyusui sangat menolong, karena:
- memberikan nutrisi yang baik, zat kekebalan, dan keamanan pangan untuk bayi dan anak sehingga dapat bertahan hidup dan melindungi dari penyakit
- menyelamatkan ketersediaan pangan dan air bersih yang sangat dibutuhkan pengungsi
- tidak memerlukan listrik atau gas untuk memanaskan air
- tidak memerlukan air untuk mencuci peralatan
- tidak menambah beban sampah di pengungsian
Donasi asupan pengganti ASI saat bencana dan distribusinya yang tidak tepat dapat mengganggu proses menyusui, meningkatkan angka kesakitan dan kematian bayi, juga dapat menambah beban lingkungan.
- Menyusui menyehatkan bayi, ibu, dan keluarga
Pada anak, menyusui dapat melawan penyakit infeksi, mengurangi kejadian diare, mengurangi risiko penyakit infeksi pernafasan dan telinga, mencegah karies gigi dan maloklusi, serta meningkatkan kecerdasan. Pada ibu (orangtua), menyusui membantu menjaga jarak kelahiran, mengurangi risiko kanker payudara dan ovarium, dan mengurangi risiko hipertensi. Kesehatan generasi sekarang dan masa depan tentu diperlukan sebagai lakon untuk menjaga kesehatan bumi. Sebaliknya, kesehatan bumi diperlukan untuk keberlangsungan hidup manusia sehingga akan mencapai keseimbangan.
***
Keenam fakta di atas membuktikan bahwa aktivitas menyusui perlu diperjuangkan dan dikampanyekan. Menyusui memberikan sumber pangan alami dan berkelanjutan, menyelamatkan kehidupan bayi, meningkatkan kesehatan, perkembangan sosial dan ekonomi individu dan bangsa. Menyusui yang optimal memiliki dampak jangka pendek dan panjang untuk bumi dan isinya.
Melalui Pekan Menyusui Dunia tahun ini, siapa pun kita, mari bergandengan tangan, tautkan jemari, dan melangkahkan kaki untuk ikut andil sehatkan bumi dan isinya.
===
Ditulis oleh Ayu Andriyani, konselor menyusui dan ketua divisi riset AIMI Jateng.
===
Sumber:
- BPNI/IBFAN Asia. 2014. Formula for Disaster: Weighing the Impact of Formula Feeding vs Breastfeeding on Environment.
- BPNI/IBFAN Asia. 2015. Report on Carbon Footprint Due to Milk Formula: A Study From Selected Countries of The Asia-Pasific Region.
- BPNI/IBFAN dan AIMI. 2018. Green Feeding: To Achieve Global Nutrition Targets 2025. https://www.bpni.org/wp-content/uploads/2018/11/Green-Feeding-RC-Carbon-Footprint-10-Asian-Countries.pdf
- Gribble, Karleen, dkk. 2019. Emergency Preparedness for Infant and Young Child Feeding in Emergencies (IYCF-E): an Australian Audit of Emergency Plans and Guidance.
- Rollins, dkk. 2016. Why Invest, and What It Will Take to Improve Breastfeeding Practices? The Lancet: Volume 387: 491-504.
- Smith, Julie P. 2019. A Commentary on the Carbon Footprint of Milk Formula: Harms to Planetary Health and Policy Implications.
- Victora, dkk. 2016. Breastfeeding In The 21st Century: Epidemiology, Mechanisms, And Lifelong Effect. The Lancet: Volume 387: 475-90.
- WABA. 2005. History. https://worldbreastfeedingweek.net/webpages/intro01.html
- WABA. 2020. Support Breastfeeding for A Healthier Planet.
===
Foto: World Health Organization